OPININEWS.COM / BANDUNG - Tidak mengenal politik daerah, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, berpemerintahan dan bernegara di Republik ini. Politik daerah tetap dalam koridor politik nasional dalam rangka mengaktualisasikan politik hukum Republik Indonesai ( RI ), yang bersumber kepada UUD 1945.
Pada prakteknya, politik di daerah, sudah dipastikan ada Muatan yang bercirikan budaya daerah tertentu, sesuai dengan kearipan lokal, sebagai asesories belaka.
Daerah, bagian dari integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ), siapapun yang menjadi kepala daerah, tidak ada otonomi absolut dan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang sangat erat kaitannya dengan politik dan demokrasi.
Persoalan demokrasi diera globalisasi saat ini menjadi objek perbincangan yang tidak pernah berakhir. Kendati demikian ada konstalasi dalam praktek pemilihan kepala daerah ( Pilkada ), dengan kemasan demokrasi langsung. Dimana terjadi proses penyerahan mandat kepada seorang yang diharapkan dapat membawa aspirasi rakyat mejemuk menjadi sejahtera lahir bathin.
Kepala daerah yang mendapat mandat tersebut,adalah wakil rakyat di lingkungan eksekutif, sebagai konsekuen logi sdari pemilihan langsung.
Salahsatu daerah tersebut adalah Kabupaten Bandung, yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kepala daerah, harus bisa merepresentasikan kehadiran rakyat Kabupaten Bandung dalam proses penyelenggaraan pemerintah.
Dan Bupati Bandung, Dadang M Naser, untuk merepresentasikan kehadiran rakyat, dalam kepemimpinanya dikemas dengan ciri politik Sabilulungan.
Makna dari Sabilulungan, dalam pengertian luas, mencakup pembiayaan untuk berlangsungnya proses pemerintah berbasisi kerakyatan. APBD Kabupaten Bandung, bersumber dari rakyat dalam bentuk pajak. Artinya, keterlibatan rakyat Kabupaten Bandung tidak sekedar berbentuk gagasan dan pemikiran, namun berbentuk pula finansial, artinya rakyat ikut serta dalam membiayai pembangunan di Kabupaten Bandung, yang pusat kotanya di Kecamatan Soreang.
Jika memahami ini, maka tidak seharusnya Pemda Kabupaten Bandung, merasa terbebani untuk mengeluarkan anggaran untuk kepentingan publik. Hakekat penganggaran adalah mengembalikan hak-hak rakyat dalam pemerintahan.
Dari ulasan singkat tersebut, maka disimpulkan, daerah tidak dikenal dalam sistem politin Indonesia.**
Penulis: H. Handoyo Sumedi, asal Jogjakarta. Alumni FKIP Jogjakarta, Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana (Unla) Bandung, Purn TNI AU, Mantan Pengurus DPD Golkar Kabupaten Bandung, Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Wakil Ketua Sabilulungan Kopo Permai (FORSABILL), Dosen Universitas Nurtanio Bandung, Juga sosok yang terlibat berdirinya Universitas Nurtanio dan Universitas Bale Bandung (UNIBBA). ( Saufat Endrawan )